Perubahan Keseimbangan Pasar di Usaha Krupuk Rumahan
“Bapak Suprapto”
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“Ekonomi Mikro”
Dosen Pembimbing :
Bambang Subandi, M.Ag.
Disusun Oleh :
Novi Ratna Sari B04213021
Syafa’atus Sholihah B74213065
JURUSAN MANAJEMEN DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2014
PERUBAHAN KESEIMBANGAN PASAR DI USAHA KRUPUK
RUMAHAN
“BAPAK SUPRAPTO”
Pendahuluan
Cabai rawit mencekik rakyat Surabaya. Pada
bulan Juli 2013 harga cabai rawit di Surabaya naik seratus persen. Hal ini
membuat para pedagang kewalahan. Kurangnya pasokan barang komoditas termasuk
cabai rawit di pasar yang tidak sebanding dengan permintaannya ini menimbulkan
kenaikan harga. Para pedagang maupun pembeli pun mengeluhkan hal ini.
Pedagang di Pasar Wonokromo mengaku jika cuaca
yang tidak stabil membuat petani belum panen, sehingga pasokannya anjlok.
Naiknya ongkos BBM juga menjadi penyebab mahalnya harga cabai rawit. Permintaan
cabai rawit yang tinggi sementara cabai rawit yang ditawarkan rendah ini,
menimbulkan perubahan dalam keseimbangan pasar. Karena terjadinya pergeseran
antara permintaan dan penawaran.
Keseimbangan pasar yang berubah ini
diakibatkan oleh faktor harga dan kurangnya pasokan barang. Kami akan melakukan penelitian di usaha krupuk rumahan ”Bapak
Suprapto”. Objeknya adalah bagaimana permintaan dan penawaran terhadap krupuk
”Bapak Suprapto” yang mengalami pergeseran dalam penawaran dan permintaannya.
Serta faktor–faktor apa saja selain harga dan pasokan barang yang dapat
mempengaruhi hal tersebut. Dipilihnya usaha krupuk ini, karena krupuk merupakan
salah satu camilan yang sering dan banyak diminati oleh seluruh kalangan
masyarakat, baik kalangan atas, menengah mapun bawah.
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui faktor apa saja yang dapat
menyebabkan perubahan keseimbangan pasar. Juga bagaimanakah keuntungan
ataupun kerugian yang diperoleh dari adanya perubahan keseimbangan pasar ini.
Landasan
Teori
A.
Keseimbangan Pasar
Keseimbangan adalah posisi dimana
jumlah penawaran dan permintaan sama dalam suatu harga tertentu . Pada
dasarnya, setiap konsumen menginginkan harga suatu barang yang akan mereka beli
itu turun. Hal ini sesuai dengan hukum permintaan yakni semakin rendah harga
suatu barang maka semakin besar jumlah permintaan terhadap barang tersebut dan
sebaliknya. Berbeda dari sisi produsen yang menginginkan harga barang yang
mereka jual naik. Sesuai dengan hukum penawaran yang menyatakan bahwa jika
harga naik, maka semakin besar jumlah penawaran terhadap suatu barang. Dua
keinginan ini saling bertolak belakang, karena satu pihak menginginkan harga
turun, dan pihak lain menginginkan hal yang sebaliknya. Jika keduanya
dipertemukan maka akan didapat titik tengah yang disebut titik keseimbangan (equilibrium).
Equilibrium merupakan titik dimana akan didapat jumlah dan harga Keseimbangan
(harga pasar) yang disepakati oleh konsumen maupun produsen.
Keseimbangan pasar (market equilibrium) akan tercapai jika jumlah produk
yang diminta dan yang ditawarkan sama dengan harga produk yang diminta pembeli,
karena telah terjadi kesepakatan mengenai harga dan jumlah produk.
1.
Pergesaran Keseimbangan Pasar
Keseimbangan pasar berubah sebagai
akibat dari pergeseran dalam kurva penawaran dan kurva permintaan (Sarnowo dan
Sunyoto, 2013: 38).
Keseimbangan pasar dapat berubah akibat pergeseran kurva penawaran atau
permintaan. Kurva penawaran atau permintaan dapat bergeser ke kiri atau ke
kanan akibat terjadinya perubahan ke atas faktor- faktor lain selain harga
(Bangun, 2010: 31).
Faktor tersebut antara lain teknologi yang digunakan, kenaikan pendapatan
masyarakat, pajak dan subsidi dari pemerintah.
B. Penawaran
Pengertian
penawaran menurut ahli ekonomi adalah suatu daftar yang menunjukkan jumlah-jumlah
barang itu yang ditawarkan untuk dijual pada berbagai tingkat harga dalam suatu
pasar pada suatu waktu tertentu. Penawaran adalah suatu daftar yang menunjukkan
jumlah-jumlah barang itu yang ditawarkan untuk dijual pada pelbagai tingkat
harga dalam suatu pasar pada suatu waktu tertentu (Rosyidi, 2005: 332).
Hukum
penawaran menyatakan bahwa jika harga barang per unit mengalami peningkatan
akan berpengaruh pada jumlah barang yang ditawarkan atau disediakan lebih
banyak. Sebaliknya jika harga jual barang per unit turun dari semula produsen
berpengaruh untuk mengurangi jumlah barang yang ditawarkan atau disediakan
(Sarnowo dan Sunyoto, 2013: 18).
1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penawaran
Adapun
faktor-faktor yang memengaruhi jumlah penawaran oleh produsen yaitu:
Ø
Harga barang itu sendiri
Ø
Harga barang lain sejenis
Ø
Biaya produksi
Ø
Teknologi
Ø
Pajak
Ø
Iklim
Ø
Tujuan produksi
2. Kurva Penawaran
Hubungan
antara harga dan jumlah penawaran ke atas suatu barang dapat dilihat melalui
suatu kurva yaitu kurva penawaran. Kurva penawaran (supply curve) adalah
suatu kurva atau garis yang menggambarakan hubungan antara harga dengan jumlah
penawaran ke atas suatu barang. Sebagai ciri dari kurva penawaran antara lain,
turun dari kanan atas ke kiri bawah, dan berslop positif. Perubahan
(naik/turun) harga searah dengan perubahan (berkurang/bertambah) jumlah penawaran
ke atas suatu barang (Bangun, 2010: 24).
Dalam buku Pengantar Ilmu Ekonomi Mikro (Sarwono dan Sunyoto, 2013) dikatakan
bahwa kurva penawaran (supply curve) menunjukkan jumlah barang yang
produsen bersedia menjual dengan harga yang akan diterimanya di pasar, dengan
mempertahankan setiap faktor yang memengaruhi jumlah penawaran agar tetap. Jumlah
penawaran dapat bergantung kepada variabel-variabel lain di samping harga.
Sebagai contoh jumlah barang yang bersedia dijual produsen tidak hanya
tergantung dari harga yang diterimanya, tetapi juga dari biaya produksi,
termasuk upah, beban bunga dan harga bahan baku. Kurva penawaran menggambarkan nilai-nilai
tertentu dari variabel-variabel tersebut. Suatu perubahan dari salah satu atau
lebih nilai variabel akan mengakibatkan pergeseran dalam kurva penawaran
tersebut.
3. Pergeseran Kurva Penawaran
Pergeseran
kurva penawaran itu sama artinya dengan perubahan penawaran. Sedangkan
perubahan penawaran itu sendiri mengandung dua pengertian, yaitu perubahan
meningkat (increase in supply) dan perubahan menurun (decrease in
supply), yang masing-masing memiliki dua pengertian pula, sebagai berikut.
(Rosyidi, 2005: 342-343).
Maksud
meningkatnya penawaran adalah:
a. Pada setiap harga tertentu, akan akan ditawarkan jumlah yang lebih besar
dari pada jumlah yang ditawarkan sebelumnya.
b. Suatu jumlah tertentu akan ditawarkan pada tingkat harga yang lebih
rendah dari pada tingkat harga sebelumnya.
Sebaliknya, yang dimaksudkan dengan
turunnya penawaran adalah :
a. Pada suatu tingkat harga tertentu akan ditawarkan jumlah output
yang lebih sedikit dari pada jumlah yang ditawarkan sebelumnya.
b. Suatu tingkat output tertentu akan ditawarkan pada tingkat harga
yang lebih tinggi dari pada sebelumnya.
Perubahan
atau pergeseran kurva penawaran itu terjadi karena telah berubahnya faktor-faktor
yang menghubungkan kurva penawaran itu dengan harga maupun jumlah yang
ditawarkan. Adapun faktor-faktor yang dimaksudkan itu adalah (Rosyidi, 2005: 338) :
a. Jumlah pedagang
b. Harga faktor produksi
c. Harga barang alternatif
d. Harapan pada pedagang (produsen) terhadap harga-harga mendatang
e. Perubahan teknologi
C.
Permintaan
Permintaan
adalah banyaknya jumlah barang yang diminta oleh konsumen kepada produsen pada
suatu pasar tertentu dengan tingkat harga, pendapatan dan periode tertentu
(Sarnowo dan Sunyoto, 2013: 1).
Pengertian lain menyebutkan bahwa permintaan adalah keinginan seseorang untuk
membeli suatu produk yang disertai dengan kemampuan dan kesediaannya untuk
memebeli barang tersebut (Rosyidi, 2002).
Permintaan suatu barang berkaitan dengan jumlah permintaan ke atas suatu barang
pada tingkat harga tertentu. Pada umunya semakin tinggi harga suatu barang,
maka semakin sedikit jumlah permintaan ke atas suatu barang tersebut.
Sebaliknya, semakin rendah harga suatu barang, maka semakin banyak jumlah
permintaan ke atas barang tersebut, apabila faktor lain tidak berpengaruh (cateris
paribus).
1.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan
Secara
periode permintaan dari seorang individu atau masyarakat terhadap suatu barang
ditentukan oleh antara lain harga barang yang dimaksud, tingkat pendapatan,
jumlah penduduk, selera dan ramalan di masa yang akan datang, dan harga barang
lain atau subtitusi. Analisis teori permintaan memfokuskan hubungan antara
permintaan dan perubahan harga, sedangkan faktor lainnya dianggap tetap (ceteris
paribus). Berdasarkan teori ini ditetapkan suatu aturan yang berlaku secara
teoritis mengenai permintaan yang disebut hukum permintaan.
Berikut penjelasan faktor-faktor tersebut :
1. Harga Barang itu Sendiri
Artinya jika harga barang naik maka
permintaan terhadap barang semakin berkurang, demikian sebaliknya (hukum
permintaan).
2. Harga Barang Lain (Barang Subtitusi dan Barang Komplementer)
Permintaan terhadap suatu barang dapat
dipengaruhi oleh harga barang-barang lain yang ada kaitannya seperti barang
dapat saling menggantikan (subtitusi) dan barang yang saling melengkapi
(komplementer).
3. Tingkat Pendapatan Konsumen
Pendapatan konsumen (sebagai pembeli)
merupakan faktor yang sangat penting di dalam menentukan permintaan terhadap
berbagai jenis barang. Bila pendapatan konsumen meningkat, berarti daya beli
juga meningkat. Atinya pendapatan per kapita yang didistribusikan secara baik
atau merata menambah jumlah permintaan akan barang.
4. Jumlah Penduduk
Semakin banyak jumlah penduduk suatu daerah
maka semakin besar pula permintaan barang di daerah tersebut.
5. Selera Konsumen
Artinya selera konsumen juga dapat mempengaruhi
permintaan akan barang. Misalnya, setelah ditemukan alat komunikasi berupa
telepon seluler, selera orang beralih dari telepon rumah ke telepon selular
sehingga permintaan akan jenis telepon tersebut semakin meningkat.
6. Perkiraan Harga di Masa yang Akan Datang
Perkiraan harga suatu barang di masa yang
akan datang dapat berpengaruh terhadap jumlah permintaan ke atas suatu barang.
Apabila diramalkan terjadi kenaikan harga ke atas suatu barang tertentu di masa
yang akan datang, maka permintaan ke atas barang itu akan bertambah. Demikian
sebaliknya, apabila diramalkan harga suatu barang turun pada masa yang akan
datang, maka permintaan pada saat sekarang akan berkurang.
7. Tingkat Kebutuhan terhadap Suatu Macam Barang (intensitas kebutuhan)
Kebutuhan barang pokok, seperti pangan,
papan, dan sandang di daerah bencana (seperti di Nangroe Aceh Darussalam dan
Pangandaran, Jawa barat) sangat mendesak sehingga tingkat permintaan akan
kebutuhan pangan, papan, dan sandang sangat besar dibandingkan di daerah lainnya.
8. Usaha-usaha Produsen Meningkatkan Penjualan
Artinya untuk meningkatkan penjualan
produsen dapat melakukan usaha-usaha promosi, pemberian diskon, pemberian
hadiah, memasang iklan dan sebagainya.
2.
Kurva Permintaan
Kurva permintaan mempunyai kemiringan
negatif artinya apabila harga meningkat, jumlah permintaan berkurang, dan
sebaliknya apabila harga turun, permintaannya bertambah. Ada kasus lain bahwa
kemiringan kurva permintaan nol, artinya permintaan dapat berubah-ubah walaupun
harga tetap. Kasus lain pula kemiringan kurva permintaan tidak terhingga, yang
artinya harga dapat berubah-ubah tetapi permintaannya tetap (Sarnowo dan
Sunyoto, 2013: 4).
Kurva permintaan (demand curve) adalah suatu kurva atau
garis yang menghubungkan antara harga dengan jumlah permintaan ke atas suatu
barang. Sebagai ciri dari kurva permintaan antara lain, garis tersebut turun
dari kiri atas ke kanan bawah, dan berslop negatif yang menggambarkan bahwa
kedua variabel tersebut berhubungan secara terbalik. Apabila harga naik maka
jumlah permintaan ke atas suatu barang akan berkurang, dan sebaliknya. (Bangun,
2010: 17).
3.
Pergeseran Kurva Permintaan
Kurva
permintaan dapat bergeser ke kiri atau ke kanan. Pergeseran tersebut dapat
terjadi disebabkan perubahan terhadap permintaan ke atas suatu barang yang
ditimbulkan oleh faktor-faktor bukan harga dari barang itu sendiri (Bangun,
2010: 23).
Faktor-faktor lain selain perubahan harga barang itu sendiri yang dapat
menyebabkan perubahan kurva permintaan misalnya gengsi (prestige)
terhadap suatu produk, semakin tinggi gengsi yang ditawarkan oleh produk
tersebut, maka akan semakin tinggi pula permintaan yang dihasilkan begitu pula
sebaliknya apabila gengsi yang ditawarkan oleh produk tersebut semakin rendah
(Rianto dan Amalia, 2010: 48-49).Berikut
beberapa sebab yang membuat permintaan dapat bergeser :
a. Tingkat pendapatan per kapita masyarakat
b. Cita rasa atau selera konsumen terhadap barang itu
c. Harga barang lain, terutama barang pelengkap dan barang pengganti.
d. Harapan atau perkiraan konsumen terhadap harga barang yang bersangkutan.
D. Biaya Produksi
Merupakan
biaya yang dikeluarkan untuk faktor-faktor produksi. Yang termasuk dalam
faktor-faktor produksi tersebut adalah (Sarnowo dan Sunyoto, 2013: 100-103) :
ü
Biaya tenaga kerja
Bagi akuntan, pengeluaran untuk tenaga kerja merupakan
biaya umum dan karena itu merupakan biaya produksi. Bagi para ekonomi, tenaga
kerja merupakan biaya eksplisit. Jasa-jasa pekerja dibeli dengan suatu tarif
upah per jam dan dapat diasumsikan bahwa inilah jumlah yang akan diperoleh para
pekerja menurut alternatif penggunaan
tenaga kerja mereka yang terbaik.
ü
Biaya modal
Para akuntan dalam menghitung biaya modal menggunakan
harga historis dari mesin tertentu dan menerapkan suatu kaidah penyusutan yang
hampir berubah-ubah untuk menentukan berapa dari harga pembelian mesin itu yang
akan dibebankan pada biaya umum. Namun para ekonom telah menganggap biaya
implisit dari sebuah mesin sebagai jumlah yang mau dibayarkan orang lain untuk
penggunaannya. Jadi biaya satu jam mesin adalah tarif sewa mesin itu menurut
alternatif penggunaannya yang terbaik. Dengan terus-menerus menggunakan mesin
itu secara implisit perusahaan mengorbankan sewa yang mau dibayarkan orang lain
untuk penggunaan mesin tersebut.
ü
Biaya pengusaha dan laba ekonomis
Banyak di antara apa yang disebut laba oleh para
akuntan akan disebut pendapatan pengusaha oleh ahli ekonomi. Laba adalah suatu
pembayaran bagi pemilik perusahaan dan menurut ahli ekonomi bagian dari
pembayaran dikeluarkan si pemilik untuk tetap dapat menjalankan usaha tertentu
adalah biaya perusahaan tersebut. Laba ekonomi menurut ahli ekonomi adalah
sebagai besarnya pendapatan pengusaha melebihi kapasitas pendapatan dari
kemampuan pengusaha tersebut kalau melakukan kerja yang lain.
E. Hasil Penelitian
Pada
hari Sabtu tanggal 26 April 2014 jam 14.00 kami melakukan wawancara di rumah
bapak Suprapto tentang produksi krupuk yang selama ini ia geluti. Dibawah ini
adalah hasil wawancara kelompok kami dengan bapak Suprapto:
Kami :
Berapa penawaran krupuk anda untuk
sekali produksi ?
Bapak Suprapto : Sekitar 30kg.
Kami :
Berapa krupuk yang diminta konsumen untuk sekali pemasaran ?
Bapak Suprapto :
Tidak tentu, biasanya tergantung sama warung-warung dan masyarakat, terkadang
dalam satu hari krupuknya belum habis, jadi ya permintaan dari konsumen
tergantung sama habis atau tidaknya krupuk. Tapi biasanya setiap kali
pengiriman itu saya bisa menghabiskan sekitar 50 ikat krupuk yang setiap satu
ikatnya ada 10 plastik krupuk.
Kami :
Apa penyebab kenaikan dan penurunan ongkos produksi ?
Bapak Suprapto :
Penyebabnya adalah karena harga bahan pokok dari pabrik tidak tentu. Kadang
mengalami kenaikan, kadang stabil. Juga karena permintaan masyarakat yang tidak
terduga.
Kami :
Alat apa saja yang digunakan untuk memproduksi krupuk ?
Bapak Suprapto :
Saya menggunakan alat-alat tradisional saja, seperti bahan bakar penggorengan
krupuk yang masih menggunakan bahan bakar kayu. Tidak menggunakan gas LPG. Dan
untuk menutup plastik yang sudah terisi krupuk juga saya menggunakan damar oblek,
bukan mesin pres .
Kami :
Jika upah masyarakat berubah, berapa jumlah pemintaan krupuk anda ?
Bapak Suprapto :
Kalau upah masyarakat menurun, otomatis permintaan terhadap produksi krupuk
juga ikut menurun karena krupuk hanyalah sebagai camilan, bukan makanan pokok.
Jadi tidak terlalu diminati ketika upah menurun. Tapi ketika upah masyarakat
naik, permintaan pun juga ikut naik.
Kami :
Apa hubungan musim panas dan musim hujan pada produksi krupuk anda ?
Bapak Suprapt :
Ketika musim panas, permintaan pada produksi krupuk menurun. Mungkin karena
seleranya yang kurang pada musim panas. Tapi kalau musim panas, kita bisa
memproduksi krupuk banyak karena adanya sinar matahari yang bisa membantu
pengeringan bahan pokok. Sedangkan pada musim hujan permintaan pada produksi
krupuk cenderung meningkat, akan tetapi kita kesulitan memproduksinya karena
kurang adanya sinar matahari untuk pengeringan bahan baku.
Kami :
Berapa prosentase kenaikan atau penurunan harga barang mentah yang biasa
terjadi dari pabrik ?
Bapak Suprapto :
Prosentase kenaikannya tidak terlalu tinggi, hanya sekitar 3% saja, yang harga
awalnya Rp.12.000 menjadi Rp.12.500.
Kami :
Cara apa yang anda gunakan untuk membuat masyarakat tertarik dengan krupuk anda
?
Bapak Suprapto :
Dalam penggorengan krupuk, saya memiliki cara tersendiri agar krupuk yang saya
produksi rasanya lebih gurih dan enak. Saya mencampurkan bawang putih yang
sudah di blender dengan bahan mentah, kemudian saya keringkan terlebih dahulu,
baru saya goreng. Dan saya juga memberikan fasilitas pengantaran krupuk secara
gratis jika ada yang membeli dalam jumlah yang banyak.
Kami :
Berapa biaya yang anda butuhkan untuk membeli bahan baku ?
Bapak Suprapto : Untuk sekali produksi saya bisa menghabiskan modal sebesar
Rp.330.000 untuk bahan bakunya saja.
Kami :
Berapa biaya yang dikeluarkan untuk alat (pendukung) produksi krupuk anda ?
Bapak Suprapto :
Rp.214.000 untuk sekali produksi, dengan rincian: Minyak Goreng Rp.110.000,
Minyak tanah 6.000, Plastik Rp.70.000, Tali rafia Rp.4.000, Kayu bakar Rp.11.000,
korek api Rp.2.000, Bawang putih Rp.11.000.
Kami :
Berapa tenaga kerja yang anda pekerjakan ?
Bapak Suprapto :
Saya mengambil tenaga kerja dari keluarga saya sendiri. Yaitu empat orang
dengan saya. Saya sendiri, istri saya,, anak saya, dan keponakan saya.
Kami :
Berapa upah yang anda keluarkan untuk setiap tenaga kerja ?
Bapak Suprapto :
Upah yang saya keluarkan untuk tenaga kerja Rp.15.000 – Rp.20.000 per harinya.
Kami :
Berapa laba yang anda peroleh sekali produksi ?
Bapak Suprapto :
Laba yang saya peroleh dalam sekali produksi adalah sebesar Rp.213.000.
Kami :
Berapa pendapatan maksimal anda ?
Bapak Suprapto :
Pendapatan maksimal saya sekitar Rp. 840.000.
Dari hasil wawancara diatas kami mencoba
untuk menjabarkan menjadi serangkaian penelitian.
1. Apa penyebab terjadinya perubahan keseimbangan pasar di usaha krupuk
rumahan bapak Suprapto ?
Usaha
krupuk rumahan “Bapak Suprapto” merupakan usaha yang didirikan sejak tahun 2007
silam. Sebenarnya usaha ini merupakan usaha turun temurun dari mertua bapak
Suprapto sendiri, barulah kemudian bapak Suprapto mulai mengembangkannya pada
tahun 2007.
Jika dulu sebelum bapak
Suprapto mengambil alih produksi krupuk ini, mertuanya hanya menjajakan satu
macam krupuk saja. Maka sekarang bapak Suprapto mampu menjajakan krupuknya
hingga lima macam krupuk. Karena pada saat mertua bapak Suprapto menjajakan
krupuknya, belum banyak masyarakat yang berminat. Tapi kini masyarakat sekitar
mulai tertarik dengan krupuk walau hanya sebagai bahan camilan atau sekedar
pelengkap makanan pokok saja. Awalnya usaha yang mulai dikembangkan bapak
Suprapto ini menjajakan tiga macam produk krupuk. Tapi setelah melihat minat
masyarakat terhadap krupuk yang semakin banyak, kini produk yang dihasilkan
bapak Suprapto menjadi lima macam krupuk. Sehingga dalam sekali produksi, usaha
ini dapat menawarkan produknya hingga tiga puluh kilo atau bahkan lebih.
Selain
banyaknya pilihan krupuk yang dijajakan bapak Suprapto yang alhasil menarik
banyak pelanggan, bapak Suprapto juga memliki cara tersendiri untuk menarik
minat pelanggan dalam menjajakan krupuknya, bukan dengan cara mengemas krupuk
secantik mungkin melainkan dengan memberikan fasilitas pengantaran krupuk
secara gratis dalam pembelian dengan jumlah banyak. Bapak Suprapto juga
memiliki resep tersendiri dalam penggorengan krupuknya agar terasa lebih gurih
dan enak yaitu mencampurkan bawang putih yang sudah diblender dengan bahan
mentah, kemudian dikeringkan dibawah sinar matahari dan yang terakhir dilakukan
penggorengan. Dengan itu rasa krupuk produksi bapak Suprapto akan terasa
berbeda dengan krupuk yang diproduksi
oleh orang lain.
Dalam
prosesnya, bapak Suprapto masih menggunakan alat-alat tradisional untuk memproduksi krupuknya. Seperti pada saat
penggorengan krupuk bahan mentah, bapak Suprapto tidak menggunakan gas dan LPG
melainkan menggunakan bahan bakar kayu biasa. Bahan bakar kayu ini ia peroleh
dari pohon yang ada disekitar sungai, bapak Suprapto sengaja memilih memakai
bahan bakar kayu agar pengeluaran ongkos produksi bisa diminimalis, meski
terkadang bapak Suprapto masih sering membeli kayu bakar jika disekitar sungai
sudah tidak ada. Selain itu, dalam merekatkan plastik yang sudah terisi krupuk,
bapak Suprapto juga tidak menggunakan alat modern seperti mesin pres, melainkan
masih menggunakan damar oblek atau yang sering disebut dengan lampu gas. Karena
bapak Suprapto lebih banyak menggunakan alat-alat tradisional, biaya
produksinya pun juga cenderung lebih kecil. Sehingga bapak Suprapto bisa
mengambil laba yang lebih besar jika dibandingkan dengan menggunakan alat-alat
modern yang harganya cenderung lebih mahal.
Produksi
yang diminta konsumen juga tidak tentu. Tergantung krupuk yang ada di warung-warung
langganan bapak Suprapto. Apabila di warung tersebut stok krupuknya sudah habis
maka bapak Suprapto akan memberikan lagi krupuk yang baru. Selain itu,
permintaan konsumen juga bergantung pada individu yang ingin membeli krupuk
pada bapak Suprapto langsung. Tapi secara keseluruhan dalam sekali produksi,
bapak Suprapto bisa melakukan pengiriman di warung-warung tersebut hingga 50
ikat krupuk yang setiap ikatannya ada 10
plastik krupuk. Hal ini diakibatkan karena tidak stabilnya harga bahan
mentah yang sulit untuk diprediksi, dan permintaan dari masyarakat yang
sewaktu-waktu bisa mengalami kenaikan ataupun penurunan, kecuali dari konsumen
tetap yang memang setiap harinya meminta krupuk. Seperti stok krupuk yang
sengaja dititipkan di warung-warung terdekat. Oleh karena itu, ongkos produksi
bapak Suprapto bisa saja mengalami kenaikan ataupun penurunan sewaktu waktu.
Hal ini secara tidak langsung memaksa bapak Suprapto untuk terus berjaga-jaga
jika suatu saat terjadi kenaikan dalam ongkos produksi. Karena jika terjadi
kenaikan tiba-tiba atau tidak terduga dalam ongkos produksi, maka bapak
Suprapto harus menggunakan uang hasil usaha kemarin. Hal ini bisa dikaitkan
dengan kebutuhan tidak terduga yang dimana kebutuhan ini bisa datang secara
tiba-tiba dan harus dipenuhi untuk kelangsungan hidup.
Kenaikan
atau penurunan permintaan pada masyarakat terhadap produksi krupuk bisa terjadi
apabila upah masyarakat juga berubah. Jika upah masyarakat menurun, maka
permintaan krupuk secara tidak langsung juga ikut menurun. Hal ini disebabkan
karena krupuk bukanlah makanan pokok yang selalu dibutuhkan masyarakat,
sehingga jika tidak membeli krupuk maka kelangsungan hidup akan tetap berjalan.
Dan apabila terjadi kenaikan dalam upah masyarakat, maka permintaan krupuk pun ikut
naik, ini bisa terjadi dengan kemungkinan krupuk berperan sebagai bahan
subtitusi seperti camilan atau pelengkap makanan pokok seperti nasi. Karena
logikanya semakin tinggi tingkat pendapatan masyarakat, maka akan semakin
tinggi pula kebutuhannya. Contoh dari hal ini adalah apabila masyarakat sudah
mencapai upah maksimum kerja, maka seleranya dalam berbagai hal juga akan
semakin tinggi pula. Mengikuti kualitas pendapatan yang telah didapatkannya.
Jika
dilihat dari aspek produksinya, terjadi keterkaitan antara musim hujan dan
musim panas dengan proses produksi krupuk bapak Suprapto. Hal ini bisa terjadi
karena musim hujan dan musim panas ikut berperan aktif dalam proses produksi
krupuk. Pada saat musim hujan, bapak Suprapto akan kesulitan untuk menjemur krupuk
bahan mentahnya dibawah terik matahari langsung, karena tidak adanya panas.
Akan tetapi pada saat musim hujan, permintaan masyarakat terhadap krupuk
cenderung naik karena selera masyarakat atau mood yang bagus untuk
memakan krupuk sebagai bahan camilan pada saat musim hujan. Dan sebaliknya jika
musim panas, bapak Suprapto akan dengan mudah menjemur krupuk bahan mentahnya
dibawah terik matahari langsung. Akan tetapi pada saat musim panas, permintaan
masyarakat terhadap krupuk cenderung menurun karena selera masyarakat yang
kurang ketika musim panas, sehingga produksinya pun berbeda dengan ketika musim
hujan. Kesimpulannya adalah bapak Suprapto bisa memproduksi krupuk banyak pada
musim panas dengan permintaan masyarakat yang cenderung menurun dan bisa memproduksi
krupuk lebih sedikit pada musim hujan dengan permintaan masyarakat yang
cenderung lebih tinggi.
Harga
bahan mentah yang diambil langsung dari pabrik pada dasarnya tidak terlalu
mahal per kilogramnya, hanya saja pada saat-saat tertentu yang tak terduga,
pabrik bisa menaikkan harga bahan pokok atau bahan mentah. Meskipun sebenarnya
prosentase kenaikan bahan mentah dari pabrik tidak terlalu tinggi, hanya
sekitar 3% saja. Yang biasanya seharga 12.000 naik menjadi 12.500, akan tetapi
jika dikalikan dengan banyaknya bahan mentah yang diambil bapak Suprapto, maka
3% pun yang awalnya kecil akan menjadi kenaikan harga yang lumayan tinggi.
Karena seperti yang sudah dijelaskan diawal, bahwa bapak Suprapto bisa
memproduksi krupuk hingga 30 kiloan dalam sekali produksi saja. Meskipun
kenaikan harga bahan mentah ini jarang terjadi, tapi bapak Suprapto tetap harus
berjaga-jaga jika terjadi kenaikan harga bahan pokok sewaktu-waktu. Dibawah ini
adalah harga awal bahan mentah per kilogramnya sebelum terjadi kenaikan harga
pokok:
Bahan
|
Harga
|
Krupuk Putih
|
Rp.10.000/kg
|
Krupuk Udang
|
Rp.13.000/kg
|
Krupuk Tahu
|
Rp.10.000/kg
|
Krupuk Keong
|
Rp.12.000/kg
|
Krupuk Puli
|
Rp.12.000/kg
|
2. Bagaimana
keuntungan dan kerugian yang diperoleh penjual saat kelangsungan produksi ?
Untuk
memproduksi krupuknya, bapak Suprapto sengaja tidak mengambil tenaga kerja dari
luar, Ia hanya mengambil tenaga kerja dari dalam yaitu dari keluarganya sendiri
yakni istrinya, anaknya, dan keponakannya. Sehingga ongkos yang dikeluarkan
untuk tenaga kerja pun cenderung lebih kecil yaitu berkisar antara Rp.15.000 –
Rp.20.000, itupun hanya diberikan kepada keponakannya saja, sebagai imbalan
atas kerjanya. Dengan begitu, bapak Suprapto tidak akan mengeluarkan banyak
modal. Tapi bisa mengambil keuntungan yang banyak. Meski sebenarnya laba yang
diperoleh hanya bisa dikatakan cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Dalam
sekali memproduksi krupuk, bapak Suprapto menghabiskan modal sebesar Rp.330.000
untuk bahan mentahnya saja. Tapi produksinya ini bisa bertahan sekitar tiga
sampai empat hari. Setelah itu bapak Suprapto melakukan pembelian bahan mentah
lagi. Terkadang produksinya juga tidak tentu, dalam artian tidak selalu Rp.330.000.
Seperti yang sudah dijelaskan diawal, ini terjadi karena harga bahan mentah dari
pabrik yang cenderung tidak stabil bisa turun dan bisa naik kapan saja.
Sedangkan
biaya untuk alat (pendukung) produksinya, bapak Suprapto bisa menghabiskan
modal sebesar Rp.214.000 dalam sekali produksi. Data dibawah ini akan
memberikan penjelasan tentang biaya yang dikeluarkan bapak Suprapto untuk alat
produksi dalam sekali produksi krupuk:
Alat dan bahan produksi
|
Harga
|
Minyak Goreng
|
Rp. 110.000
|
Plastik
|
Rp. 70.000
|
Kayu Bakar*
|
Rp. 11.000
|
Bawang Putih
|
Rp. 11.000
|
Minyak Tanah
|
Rp. 6.000
|
Tali Rafia
|
Rp. 4.000
|
Korek Api
|
Rp. 2.000
|
Jumlah
|
Rp.214.000
|
Pembelian
|
Total harga
|
Bahan mentah krupuk
|
Rp. 330.000
|
Alat (pendukung) produksi
|
Rp. 214.000
|
Jumlah Total Produksi
|
Rp. 544.000
|
Catatan:
*Jika kayu bakar disekitar sungai tidak ada,
bapak Suprapto melakukan pembelian kayu
bakar.
Dalam
penjualan krupuknya, bapak Suprapto dapat memperoleh sekitar Rp.840.000 untuk
seluruh krupuk. Setelah laba kotor tersebut dikurangi dengan beban usaha, maka
laba bersih yang diperoleh bapak Suprapto dalam sekali produksi adalah Rp.296.000.
Sebenarnya dengan laba bersih Rp.296.000 bapak Suprapto merasa bahwa laba yang
diperolehnya masih kurang. Apabila digunakan untuk memeuhi kebutuhannya,
mungkin hanya sekedar cukup saja. Tidak lebih dari cukup, tetapi bapak Suprapto
dengan tekun menjalankan bisnis krupuk ini karena beliau mempunyai keyakinan dan mindset yang
besar bahwa suatu saat nanti usaha krupuk rumahannya ini kelak akan menjadi
usaha yang besar dan akan diturun temurunkan kepada anak cucunya. Hal inilah
yang memicu bapak Suprapto untuk terus semangat, tekun dan ulet menjalan usaha
rumahannya hingga bertahun-tahun lamanya. Demikianlah hasil penelitian mengenai
usaha krupuk rumahan bapak Suprapto yang kami peroleh setelah selama 3 hari
mulai tanggal 25-27 Apri 2013 melakukan penelitian di rumah bapak Suprapto.
F. Simpulan
Dari
hasil penelitian diatas kami dapat menyimpulkan bahwa perubahan dalam
keseimbangan pasar adalah bergesernya kurva permintaan dengan kurva penawaran.
Atau tidak seimbangnya antara permintaan dan penawaran dalam pasar. Jika
dihubungkan dengan hasil penelitian usaha krupuk produksi rumahan yang selama
ini telah digeluti oleh bapak Suprapto, maka penyebab perubahan keseimbangan
pasar dalam usaha tersebut adalah:
1. Harga Bahan Baku
Dimana jika harga bahan bakunya mengalami kenaikan,
maka ongkos produksinya pun mengalami kenaikan, dan sebaliknya.
2. Tingkat Pendapatan Konsumen
Bila pendapatan konsumen meningkat, maka daya beli
terhadap produksi krupuk juga meningkat dan jika pendapatan konsumen menurun,
maka daya beli konsumen pun akan mengalami penurunan.
3. Perubahan Musim
Akan mempengaruhi proses produksi krupuk bapak
Suprapto. Dimana musim hujan dan musim panas berperan penting dalam proses
produksi tersebut.
4. Biaya produksi
Bila biaya produksi bertambah, dapat mempengaruhi
penawaran oleh produsen. Semakin tinggi biaya yang diperlukan maka semakain
rendah penawaran yang dapat diberikan oleh produsen kepada konsumen, dan
sebaliknya.
5. Teknologi
Penggunaan teknologi yang efektif dan efisien dapat
meminimalisir biaya produksi yang dibutuhkan.
Rianto,
M. Nur, Euis Amalia. 2010. Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam. Jakarta:
Kencana.
Rosyidi, Suherman. 2005. Pengantar Teori Ekonomi. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada.
Sarnowo, Henry., Danang Sunyoto. 2013. Pengantar Ilmu
Ekonomi Mikro. Yogyakarta: CAPS.